Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Tidak Cakap Hukum Dalam Pembagian Harta Waris (Study Kasus Penetapan Perkara Nomor 99/PDT.P/2022/PN.SMR)
DOI:
https://doi.org/10.56444/aktanotaris.v3i1.1692Keywords:
Anak Dalam Pewarisan; Hak Anak Dalam Waris; Perlindungan Anak Dalam Perkara WarisAbstract
Permasalahan tentang waris sering muncul saat akan dilakukan pembagian harta warisan salah satunya apabila terdapat ahli waris yang merupakan anak yang tidak cakap hukum. Masalah warisan telah menjadi sebuah permasalahan dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Sebagai masyarakat tentunya kita akan berpegang teguh pada aturan maupun ketentuan hukum mengenai waris seperti ketentuan Hukum Perdata (B.W.) khususnya menyangkut permasalahan Hukum Waris. Di dalam suatu peraturan perundang-undangan anak yang tidak cakap hukum semestinya memiliki kedudukan hukum yang sama dengan para ahli waris lainnya selama memiliki hubungan pewarisan terhadapnya, dan memiliki kedudukan sebagai ahli waris terhadap ayah dan/atau ibunya atau sebagai ahli waris pengganti orang tuanya, sehingga perlindungan hukum yang di berikan kepada anakyang tidak cakap hukum telah diatur dalam peraturan perundang – undangan. Kedudukan anak yang tidak cakap hukum dalam pembagian harta waris merupakan hak yang tidak dapat dihilangkan atau di gantikan selama anak tersebut masih hidup, sehingga tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk tidak memberikan hak atas anak yang tidak cakap hukum.Apabila si anak tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum maka orang tuanya yang diberi kekuasaan untuk menjalankan kekuasaan sebagai orang tua untuk dapat mewakili anak yang tidak cakap hukum dalam melakukan perbuatan hukum di dalam maupun di luar persidangan. Orang tua yang di berikan kekuasaan sebagai pelaksana kekuasaan orang tua memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan menjamin harta anak tidak cakap hukum untuk tidak dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk apa pun sebelum anak yang tidak cakap hukum dinyatakan mampu mengelolanya sendiri dan dinyatakan cakap oleh hukum.
References
Abdulkadir, M., “Hukum Perdata Indonesia”. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014).
Anugrah Dwi, “Makna Indonesia Sebagai Negara hukum”, Artikel Program Pasca Sarjana, 2023. https://pascasarjana.umsu.ac.id/makna-indonesia-sebagai-negara-hukum
Djaja S. Meliala, S.H., M.H., “Hukum Waris menurut Kitab Undang - Undang Hukum perdata”, (Bandung: Edisi Revisi, Nuansa Aulia, 2018).
Ishak Kasim, “Kedudukan Hak WAris Anak Menurut Hukum Adat, Hukum Islam, Hukum Perdata Sebagai Perbandingan, JournalLexetSocietatis, Vol. IV/No.5/ Mei/2016. https://ejournal.unsrat.ac.id/v2/index.php/lexetsocietatis/article/view/11963
Mahkamah Agung, “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus”, Buku II, Edisi 2007, 2008.
Maman Suparman, “Hukum Waris Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014).
Mulyadi, S.H., M.S, “Hukum Waris dengan Adanya Surat Wasiat”, (Semarang: Universitas Dipenogoro, 2011).
M. Yayha Harahap, “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
Pengadilan Negeri Selong, Istilah "Anak", "anak", dan "Belum Dewasa" Dalam Sistem Hukum Indonesia, dalam: ,..https://www.pn-selong.go.id/tag/T04-P03-13/2017050302523089182388259097e2ec94b3.html, 2015.
P.M.H. Simanjuntak, “Hukum Perdata Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2006).
Surini Ahlan Sjarif, “Intisari Hukum Waris menurut Burgerlijk Wetboek (kitab Undang - Undang Hukum Perdata)”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982).
Yohelson, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Gorontalo: IdeasPublishing, 2017.