UANG HANTARAN DALAM TRADISI PERKAWINAN DI DESA KEMBANG TANJUNG KABUPATEN BATANG HARI
DOI:
https://doi.org/10.56444/jph.v1i1.407Keywords:
Hantaran Perkawinan, Hukum Islam, Tradisi AdatAbstract
Tujuan penelitian ini adalah :Ingin mengetahui praktik pemberian uang hantaran dalam perkawinan, Ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap melembaganya adat dalam tradisi hantaran masyarakat desa dan Ingin mengetahui perpektif hukum islam terhadap uang hantaran di desa Kembang Tanjung Kabupaten Batang Hari.Latarbelakang penelitian ini diawali dari (Grand Tour) penulis melihat bahwa pada masyarakat desa Kembang Tanjung Kabupaten Batanghari: 1). Masih terlihat adanya perbedaan pada jumlah uang hantaran dalam peminangan. 2) masih terlihat pada masyarakat desa Kembang Tanjung dalam menentukan jumlah uang hantaran dilihat dari tingginya rendahnya pendidikkan anak perempuannya.Hasil penelitian mahar merupakan pemberian wajib bagi calon suami kepada calon istri sebagai bukti ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih pada seorang istri kepada calon suaminya.. Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan jumlah maksimum dari mahar. Hal ini dikarenakan perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam memberikannya. Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau utang. Hantaran di Desa Tanjung Kembang ditetapkan dengan melihat pendidikan, pekerjaan perempuan dan kebiasaan jumlah ditetapkan di kampung tersebut. Penetapan jumlah dan waktu uang hantaran diberikan ditentukan dengan cara kesepakatan dari kedua belah pihak, tetapi tetap saja keputusannya dari pihak perempuan. Pihak laki-laki akan meminta jumlah uang hantaran dikurangi seandainya tidak ada kemampuan untuk memenuhinya. Praktek pemberian uang hantaran membebankan mempelai laki-laki yang ekonominya menengah ke bawah dan yang mempunyai berbagai tanggungan sehingga berakibatkan penundaan perkawinan. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan penelitian, setelah terjadi penundaan perkawinan
Simpulan dari penelitian ini 1) Penetapan jumlah uang hantaran dengan melihat kepada pendidikan, pekerjaan perempuan dan kebiasaan jumlah ditetapkan di kampung tersebut.. 2., tradisi pemberian hantaran sudah dikenal oleh masyarakat setempat dan dilaksanakan dari dahulu kala. Tradisi ini yang disebut dengan adat dianggap baik oleh masyarakat selanjutnya dilestarikan dan tidak boleh ditinggalkan. 3).Mahar menjadi salah satu kewajiban pertama suami kepada istri, bukan hadiah atau seserahan,” sebutnya. Dalil mengenai mahar telah diatur dalam firman Allah, Q.S An-Nisa ayat 4 yang artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
References
Abdur Rahman I. Doi, 1996, Perkawinan dalam Syari’at Islam (Shari’ah The Islamic Law), Penerjemah: Drs. H. Basri Iba Asghary dan H. Wadi Masturi, S.E., Jakarta: PT Rineka Cipta, , Cet. II.
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, juz 4
Ahmad Mudjab Mahalli, 2002, Wahai Pemuda Menikahlah, Jogjakarta: Menara Kudus.
Beni Ahmad Saebani, 2009, Fiqih Munakahat, Bandung: CV Pustaka
Chaerul Uman, Ushul Fiqh 1, Cet. Ke-2, Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2000. Dimas Prawiro, Implementasi Penetapan Uang Hantaran Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam, Studi Pada Masyarakat Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir, Artikel Fakultas
Syariah, (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, 2013. Fadzilah Kamsah dan Noralina Omar, Soal Jawab Pra-Perkahwinan, Kuala Lumpur: PTS Milenia Sdn. Bhd, 2007. Koran Berita Harian, Kuala Lumpur, 2016